puisi liris

Puisi Liris “Jogja Rindu” | Oleh ddandrn

Karya, Puisi, Puisi CintaBy Jan 28, 2025 No Comments
Pada malam yang setia dengan sepi,
rindu menggantung di udara seperti bintang yang malu-malu,
di bawah langit Jogja yang beraroma nostalgia.
Langkahku terhenti di sebuah angkringan,
tempat teh hangat dan senyuman sederhana
menghidupkan kembali bayanganmu.

Kau tahu, Jogja menyimpan kita dalam setiap sudutnya,
di jalan Malioboro yang berbisik pelan,
dan pada mawar merah yang kutemukan di Pasar Beringharjo.
Bunga itu seperti hatiku—terbuka untuk cinta,
meski durinya adalah luka yang belum sembuh.

Di bawah Tugu yang tak pernah lupa sejarah,
aku duduk memandang kerlip lampu kota.
Jogja tetap sama—ia tahu cara menjaga rahasia,
seperti aku menjaga rinduku untukmu,
menyembunyikannya di sela napas angin malam.

Suara gamelan yang samar menggema di telinga,
mengiringi malam yang pelan-pelan memeluk gelap.
Aku bertanya pada bintang:
Masihkah kau ingat jalan pulang ke hatiku?
Karena setiap jalan di Jogja mengarah padamu.

Jika waktu adalah janji yang tak bisa diulang,
aku ingin tetap di sini,
berteman dengan angkringan, mawar, dan kerinduan.
Mungkin Jogja tahu jawabannya—
bahwa cinta tak pernah hilang, hanya menunggu.

Dan di pagi yang akan datang,
jika kita bertemu di bawah matahari Jogja yang lembut,
aku akan tahu rindu ini akhirnya menemukan rumahnya.
Jogja, tempat cinta belajar bertahan.

Oleh: ddandrn

Analisis Puisi “Jogja Rindu” oleh ddandrn

Puisi berjudul “Jogja Rindu” adalah karya saya sendiri yang sarat dengan nuansa nostalgia dan perasaan mendalam. Puisi ini menggambarkan kerinduan yang terjalin erat dengan suasana Jogja, menjadikannya lebih dari sekadar tempat, tetapi simbol cinta, kenangan, dan harapan. Dengan menggunakan elemen-elemen khas Jogja seperti angkringan, Malioboro, Pasar Beringharjo, hingga suara gamelan, saya berusaha menangkap keistimewaan kota Jogja dan menghadirkannya dalam balutan emosi yang puitis. Bagi Anda yang pernah merasakan rindu akan Jogja, puisi jogja ini seperti panggilan pulang.


Analisis Detail Tentang Karya Ini

Bait Pertama

Pada malam yang setia dengan sepi,
rindu menggantung di udara seperti bintang yang malu-malu,
di bawah langit Jogja yang beraroma nostalgia.
Langkahku terhenti di sebuah angkringan,
tempat teh hangat dan senyuman sederhana
menghidupkan kembali bayanganmu.

Pada bait ini, saya membuka puisi dengan suasana malam Jogja yang tenang, penuh dengan kerinduan. Kalimat “rindu menggantung di udara seperti bintang yang malu-malu” menghadirkan imaji yang lembut dan romantis, khas dari puisi jogja istimewa. Angkringan, sebagai simbol kehangatan dan kesederhanaan, membawa pembaca pada kenangan yang akrab. Dengan kata-kata sederhana namun bermakna dalam, bait ini menegaskan bahwa Jogja adalah tempat di mana rindu dan cinta terbuat dari memori.

Bait Kedua

Kau tahu, Jogja menyimpan kita dalam setiap sudutnya,
di jalan Malioboro yang berbisik pelan,
dan pada mawar merah yang kutemukan di Pasar Beringharjo.
Bunga itu seperti hatiku—terbuka untuk cinta,
meski durinya adalah luka yang belum sembuh.

puisi jogja istimewa

Bait ini memperdalam hubungan emosional antara kenangan cinta dan kota Jogja. Malioboro dan Pasar Beringharjo saya sebut sebagai tempat-tempat yang tidak hanya fisik, tetapi juga menjadi penjaga memori. Frasa “mawar merah yang kutemukan di Pasar Beringharjo” melambangkan hati saya yang siap mencintai meski harus menghadapi luka. Dalam konteks puisi jogja rindu pulang dan angkringan, bait ini memperlihatkan bagaimana Jogja menjadi saksi perjalanan hati yang penuh warna.

Bait Ketiga

Di bawah Tugu yang tak pernah lupa sejarah,
aku duduk memandang kerlip lampu kota.
Jogja tetap sama—ia tahu cara menjaga rahasia,
seperti aku menjaga rinduku untukmu,
menyembunyikannya di sela napas angin malam.

Tugu Jogja, simbol ikonik kota ini, saya hadirkan sebagai saksi bisu dari cinta dan rahasia. Frasa “ia tahu cara menjaga rahasia” menunjukkan bahwa Jogja tidak hanya tempat, tetapi juga penjaga rasa dan cerita. Irama puisi terasa tenang namun menyimpan kedalaman, menciptakan suasana reflektif yang khas dalam puisi jogja romantis. Di bait ini, rindu dan cinta terlihat terjalin erat dengan suasana kota.

Bait Keempat

Suara gamelan yang samar menggema di telinga,
mengiringi malam yang pelan-pelan memeluk gelap.
Aku bertanya pada bintang:
Masihkah kau ingat jalan pulang ke hatiku?
Karena setiap jalan di Jogja mengarah padamu.

Dalam bait ini, saya menggunakan simbol gamelan dan bintang untuk menciptakan suasana meditatif. Pertanyaan retoris “Masihkah kau ingat jalan pulang ke hatiku?” menyentuh hati pembaca, seolah mengundang mereka untuk merenungkan perasaan mereka sendiri. Frasa “setiap jalan di Jogja mengarah padamu” menegaskan bahwa Jogja, dalam puisi ini, adalah tempat di mana cinta dan rindu selalu menemukan jalannya.

Bait Kelima dan Ke Enam

Jika waktu adalah janji yang tak bisa diulang,
aku ingin tetap di sini,
berteman dengan angkringan, mawar, dan kerinduan.
Mungkin Jogja tahu jawabannya—
bahwa cinta tak pernah hilang, hanya menunggu.


Dan di pagi yang akan datang,
jika kita bertemu di bawah matahari Jogja yang lembut,
aku akan tahu rindu ini akhirnya menemukan rumahnya.
Jogja, tempat cinta belajar bertahan.

Bait penutup memberikan resolusi yang lembut namun penuh harapan. Jogja saya gambarkan sebagai tempat di mana cinta dan rindu mendapatkan maknanya. Frasa “cinta tak pernah hilang, hanya menunggu” menunjukkan bahwa perasaan sejati tetap abadi meski waktu berlalu. Penutup ini menjadi pernyataan bahwa Jogja adalah tempat di mana cinta belajar bertahan, menjadikannya puisi jogja terbuat dari rindu yang sangat menyentuh hati.


Interpretasi Pribadi

Menurut saya, puisi ini adalah karya yang sangat istimewa. Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh emosi, saya berusaha menggambarkan Jogja sebagai tempat yang tidak hanya menyimpan kenangan, tetapi juga menjadi ruang untuk memahami cinta dan rindu. Ada kehangatan dalam setiap baitnya, yang membuat saya merasa seperti berjalan di jalanan Jogja pada malam yang sunyi.

Baca Puisi Tentang Jogja: Puisi Liris “Jogja”

Jogja di puisi ini bukan sekadar kota—ia adalah hati, rumah, dan tempat di mana rindu menemukan maknanya. Ah, apakah Anda juga merasa seperti ini saat membaca puisi ini? Bahwa Jogja, dengan segala kesederhanaannya, memiliki daya magis untuk membuat kita ingin kembali?

OOT – Aneh Gak si Gua kasih pendapat gua sendiri tentang karya gua? :V


Kesimpulan Tentang Karya Puisi Jogja Ini

“Jogja Rindu” adalah puisi jogja istimewa yang memadukan keindahan kota dengan emosi manusia. Dengan menyebutkan elemen-elemen khas Jogja seperti angkringan, Malioboro, dan Tugu, saya berusaha menunjukkan bahwa puisi ini bukan hanya menggambarkan sebuah tempat, tetapi juga perjalanan batin yang mendalam. Bagi Anda yang pernah merasakan rindu pada Jogja, puisi ini mungkin menjadi pengingat bahwa cinta, seperti Jogja, selalu menunggu untuk ditemukan.

Bagaimana menurut Anda? Apakah puisi ini juga mengingatkan Anda pada kenangan tertentu di Jogja? Mari berbagi cerita di kolom komentar!

ddandrn
Author

Dede Andrian (ddandrn) – Penulis dan Blogger di ddandrn.com. Mengkhususkan diri dalam sastra, termasuk prosa dan puisi. Berbagi wawasan, karya, serta pengetahuan untuk menginspirasi pecinta sastra. Temukan lebih banyak melalui tulisan dan media sosialnya.

No Comments

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *