puisi bahasa jepang

Puisi Bahasa Jepang | “Di Antara Angin, Musimmu yang Lalu” Oleh ddandrn

Blog, PuisiBy Apr 21, 2025 No Comments

Puisi Bahasa Jepang ini—yang sebenarnya gua buat dalam bahasa Indonesia tapi gua transale :V namun memiliki gaya dan ruh yang sangat kental dengan puisi Jepang klasik—menggambarkan perjalanan emosi seseorang yang mengalami kehilangan, kenangan, dan akhirnya penerimaan. Meski bukan puisi bahasa Jepang secara literal, puisi ini meniru struktur dan nuansa dari tulisan puisi Jepang, seperti tanka atau waka, yang sarat dengan elemen alam dan perasaan manusia.

Puisi Bahasa Jepang dan Sedikit Analis Dari Puisi nya

Secara tematik, ini adalah sebuah puisi Jepang tentang kehidupan—tentang transisi emosi seiring pergantian musim. Dari malam musim semi hingga salju musim dingin, yang membawa kita menyelami lapisan-lapisan kenangan dan cinta yang tak bisa kembali.

Baca juga: Aku Gila – Karya MIHP

Apa sih yang bikin puisi ini relevan? Ya karena kita semua, pada titik tertentu, pernah merasa ditinggal—oleh seseorang, oleh waktu, atau oleh versi diri kita yang lama. Puisi ini hadir bukan hanya sebagai bentuk puisi cinta, tapi juga sebagai puisi spiritual yang mengajak kita berdamai dengan kehilangan. Dibawah bakal ada pembahasan detail nya tentang puisi yang gua buat ini, tapi simak dan baca dulu yak!

風の中に、君の春
“Di Antara Angin, Musimmu yang Lalu

日本語の詩(Puisi dalam Bahasa Jepang):

春の夜(よる)、月がやさしく泣いた
私の影は 君の名を探す
鶯(うぐいす)の声にも 似てる気がして
ふと立ち止まる 坂道の途中
Malam musim semi, bulan menangis lembut
Bayanganku mencari namamu
Bahkan suara burung uguisu
Membuatku berhenti sejenak di tanjakan ini
忘れようとした日には限って
古い駅前で君に似た背中
手を伸ばしたら 風だけが答え
「もう一度だけ」心が呟く
Justru di hari aku ingin melupakan
Kudapati punggung seseorang di depan stasiun lama
Saat kuulurkan tangan, hanya angin yang menjawab
“Hanya sekali lagi,” bisik hatiku lirih
君と歩いた 桜並木道
散りゆく花びらが 二人を包んだ
「永遠なんて言わないでね」
笑う君が 一番永遠だった
Kita berjalan di lorong sakura
Kelopak bunga jatuh memeluk kita
“Jangan sebut selamanya,” katamu sambil tertawa
Tapi kau, yang paling terasa abadi
梅雨空(つゆぞら)に染まる 白いシャツの君
雨粒よりも 涙のほうがあたたかい
壊れそうなものほど きらきらして
今もまぶしい あの日の嘘も
Di langit musim hujan, kau dengan kemeja putih
Tetes air hujan masih lebih hangat dari air mata
Yang rapuh justru yang paling bersinar
Bahkan dustamu dulu pun, kini begitu terang
金木犀(きんもくせい)の香りがした朝
君がいない部屋は やけに静かで
壁に映る影まで 細くて弱い
まるで心の形を 写したみたい
Pagi itu wangi kinmokusei (bunga osmanthus)
Kamar tanpa dirimu sunyi berlebihan
Bayangan di dinding begitu tipis
Seperti bentuk hati yang ditinggalkan
秋の風が ポケットをすり抜け
残ってるのは 折れたチケットの半分
「また来ようね」と言った映画館
今は違う名前になっていた
Angin musim gugur menelusup ke saku
Yang tersisa hanya setengah tiket robek
Bioskop yang pernah kau janjikan
Kini sudah berganti nama
雪の音が この胸に積もる
寒さよりも 思い出が痛い夜
君がくれたマフラーを まだ巻いてる
「寒くない?」と 幻に問いかける
Bunyi salju menumpuk di dada
Malam ini kenangan lebih dingin dari cuaca
Masih kuikat syal yang kau beri
“Tidak dingin?” tanyaku pada bayangmu
でもね、春はまた来るんだって
ふくらむ蕾が 未来を信じてる
たとえ君がいなくても
私は咲くよ 少しずつでも
この胸に残る、君という季節(きせつ)と共に
Tapi, katanya musim semi pasti datang
Kuncup-kuncupnya percaya pada masa depan
Meski tanpa hadirmu
Aku akan tetap mekar, perlahan
Bersama musim yang bernama kamu, dalam hatiku.

🐚 Analisis Detail Tiap Bait Puisi Bahasa Jepang Yang Di Translate

puisi jepang
analisis puisi jepang

Bait 1

Malam musim semi, bulan menangis lembut
Bayanganku mencari namamu
Bahkan suara burung uguisu
Membuatku berhenti sejenak di tanjakan ini

Bait ini langsung membuka dengan suasana khas puisi alam Jepang. Bayangkan: malam musim semi, burung uguisu (simbol klasik dari musim semi di sastra Jepang), dan seorang aku liris yang terhenti karena kenangan. Ini kayak tanka versi kontemporer, lho. Nuansanya lembut, melankolis, dan… yah, jujur aja, ngena banget. Bait ini udah kayak puisi Jepang klasik yang sering kita temukan dalam koleksi waka zaman Heian.

Bait 2

Justru di hari aku ingin melupakan
Kudapati punggung seseorang di depan stasiun lama
Saat kuulurkan tangan, hanya angin yang menjawab
“Hanya sekali lagi,” bisik hatiku lirih

Di sini, emosi memuncak. Keinginan untuk melepaskan justru digagalkan oleh kenangan visual yang sangat manusiawi: punggung seseorang. Ini tipikal puisi romantis Jepang, yang seringkali menyimpan cinta dalam keheningan dan jarak. Frasa “hanya angin yang menjawab” itu… aduh, rasanya nyesek banget gak sih?

Bait 3

Kita berjalan di lorong sakura
Kelopak bunga jatuh memeluk kita
“Jangan sebut selamanya,” katamu sambil tertawa
Tapi kau, yang paling terasa abadi

Ini puncak romantisme dari puisi ini. Sakura sebagai simbol klasik dalam budaya Jepang—indah, namun cepat gugur—jadi metafora sempurna buat hubungan yang singkat tapi membekas. Ini juga mengingatkan kita pada puisi pendek Jepang semacam haiku yang padat makna.

Bait 4–7

Bait-bait ini membawa kita pada siklus musim yang menyimbolkan perjalanan batin si penyair. Dari hujan, bunga kinmokusei yang wangi tapi sunyi, angin gugur yang meninggalkan tiket robek, hingga salju yang dingin dan penuh kenangan—semuanya seperti narasi dalam puisi Jepang kontemporer yang melankolis tapi penuh warna.

Khusus bait 6:

Yang tersisa hanya setengah tiket robek
Itu seperti simbol dari cinta yang nggak selesai. Mirip gaya simbolisme dalam puisi Jepang modern.

Dan bait 7:

“Tidak dingin?” tanyaku pada bayangmu
Kalimat ini, walau sederhana, menusuk banget. Kayak percakapan terakhir yang tak pernah terjadi. Ini puisi Jepang spiritual, yang bicara pada bayang-bayang, bukan orangnya lagi.

Bait 8 (penutup yang manis tapi getir)

Tapi, katanya musim semi pasti datang
Kuncup-kuncupnya percaya pada masa depan
Meski tanpa hadirmu
Aku akan tetap mekar, perlahan
Bersama musim yang bernama kamu, dalam hatiku

Inilah klimaks emosionalnya. Dari kesedihan sepanjang musim, sang aku liris akhirnya menerima bahwa hidup harus berjalan. Dia tidak melupakan, tapi belajar mekar lagi, seperti bunga sakura yang akan selalu kembali tiap musim semi.

Bait ini menyatukan tema besar dari puisi Jepang spiritual, puisi cinta, dan puisi alam. Ada harapan di tengah kehilangan, dan itu luar biasa menyentuh.


🎎 Unsur Sastra Lainnya

  • Diksi: Kata-katanya sederhana, tapi punya bobot emosional yang kuat. Dari “bayangan,” “setengah tiket,” sampai “kuncup-kuncup percaya”—semuanya punya vibe yang khas puisi tradisional Jepang, yang sering menekankan kesunyian dan kerinduan.
  • Struktur: Setiap bait berdiri sendiri tapi juga saling terhubung—seperti babak dalam novel perasaan. Ini bukan haiku dengan 5-7-5 suku kata, tapi tetap terasa seperti puisi Jepang pendek yang padat makna.
  • Gaya Bahasa: Banyak penggunaan metafora dan simbol. Misalnya, “musim” menjadi lambang perasaan dan waktu. Ini adalah ciri khas puisi Jepang klasik dan puisi kontemporer Jepang yang mengandalkan alam sebagai cermin batin manusia.

✨ Interpretasi Pribadi

Buat gua pribadi, puisi ini tuh kayak surat cinta yang nggak pernah dikirim. Dia manis, sedih, tapi juga menenangkan. Setiap bait seperti mengajak kita jalan-jalan di musim berbeda sambil memeluk kenangan.

Baca juga: Merawat Luka, Menemukan Ikhlas di Kedalaman Hati

Ada momen tertentu—kayak bait tentang syal dan salju—yang langsung bikin gua keinget satu musim dingin waktu kehilangan orang terdekat. Rasanya mirip, dingin tapi penuh rasa yang belum selesai. Dan bagian akhirnya? Wah, itu kayak bisikan lembut buat kita semua yang pernah (atau masih) belajar merelakan.


🌸 Kesimpulan

Puisi ini adalah representasi modern dari puisi Jepang—meskipun ditulis dan ditranslate dalam bahasa Indonesia. Ia menggabungkan elemen dari puisi Jepang kuno, puisi Jepang spiritual, hingga puisi Jepang romantis, dan tetap terasa otentik. Setiap bait bagaikan fragmen hati yang jatuh seperti kelopak sakura—indah, perih, dan tak terlupakan.

Apa yang bisa kalian bawa dari puisi ini? Mungkin: bahwa tidak semua kehilangan harus dilupakan. Kadang, yang telah pergi justru membentuk musim baru dalam diri kita.


❓Refleksi Buat Kalian

Kalian pernah nggak sih, ngerasa seperti sedang berjalan di musim kenangan, padahal waktu sudah berganti? Baris mana yang paling kena di hati kalian?

Dan satu lagi, kalau kalian suka puisi yang menyentuh seperti ini, apakah kalian juga pernah mencoba menulis puisi Jepang pendek seperti haiku atau tanka? Coba, deh… kadang, tiga baris aja cukup buat menyembuhkan luka. 🌿

Karya kamu mau di Analisis dan post juga? Klik disini Untuk hubungi Admin ya! 

Follow Us:
Twitter
Youtube
Instagram
Channel Telegram
Fan Page Facebook

ddandrn
Author

Dede Andrian (ddandrn) - Blogger, Penulis, SEO Specialist. Mengkhususkan diri dalam konten sastra, music dan SEO Specialist. Berbagi wawasan karya, pengetahuan untuk menginspirasi. Temukan lebih banyak melalui tulisan dan media sosialnya.

No Comments

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *