Cerita Pendek “Sebuah Pertanyaan” | Oleh ddandrn

Cerpen, Karya By Des 09, 2024 1 Comment
Cerita Pendek "Sebuah Pertanyaan"

Hujan baru saja reda, menyisakan genangan kecil di jalan-jalan kota yang sepi. Di bawah cahaya lampu jalan yang redup, aku melihatnya berdiri, menggenggam payung hitam yang tertutup. Sosok itu menatap langit, seakan mencari jawaban dari sesuatu yang tak pernah terucapkan.

Aku mengenalnya, atau setidaknya, aku pikir aku mengenalnya. Namanya Fira, perempuan yang hadir seperti angin: sekejap datang, sekejap hilang. Kami pernah menempuh perjalanan panjang bersama, melintasi kota, gunung, dan samudra, mencari sesuatu yang hingga kini belum kutahu apa itu. Tapi di setiap langkah, ada pertanyaan yang terus menghantuinya, pertanyaan yang hanya dia sendiri yang tahu.

Baca juga:
– Perjalanan Jauh Dengan Cinta nya

“Kenapa kamu selalu pergi?” tanyaku saat kami terakhir bertemu, di sebuah peron stasiun tua. Waktu itu, Fira hanya tersenyum samar.

“Karena perjalanan adalah cara terbaik untuk menemukan jawaban,” katanya.

Aku tak pernah mengerti apa yang dia cari, dan mungkin itu sebabnya aku tak bisa mengikutinya. Tapi malam ini, setelah lima tahun berlalu, aku menemukannya di sini, di kota yang sama tempat kami berpisah.

“Fira,” aku memanggilnya. Suaraku gemetar, mungkin karena dingin atau karena kenangan yang tiba-tiba menyeruak.

Dia berbalik perlahan, matanya masih seperti dulu—penuh rahasia dan kesedihan yang tak mampu kugapai.

“Kamu di sini,” katanya, lebih seperti sebuah pernyataan daripada sapaan.

“Apa yang kamu cari selama ini?” tanyaku tanpa basa-basi. Aku ingin tahu, kali ini benar-benar ingin tahu. Fira terdiam. Dia menatapku lama, lalu menghela napas pelan. “Aku mencari arti dari kehilangan,” katanya akhirnya.

Jawaban itu menusukku. Kehilangan apa? Apakah aku bagian dari kehilangan itu? Tapi sebelum aku sempat bertanya lagi, Fira melanjutkan.

“Kamu tahu, perjalanan bukan tentang sampai ke tempat tujuan. Perjalanan adalah tentang meninggalkan sesuatu di belakang, meskipun itu berarti meninggalkan bagian dari dirimu sendiri.”

Aku hanya bisa diam. Kata-katanya seperti teka-teki yang membuatku semakin tenggelam dalam pikiranku sendiri. Fira melangkah mendekat, memberiku payung yang dia bawa. “Aku harus pergi lagi,” katanya. “Tapi kali ini, aku tahu jawabannya.”

“Apa jawabannya?” tanyaku buru-buru, seolah jawaban itu bisa menyelamatkan sesuatu di dalam diriku.

Dia tersenyum, sebuah senyuman yang penuh rasa damai dan penyerahan. “Jawaban itu ada di setiap langkah yang pernah kita ambil, di setiap keputusan yang pernah kita buat. Jawabannya adalah… bahwa kita harus belajar menerima.”

Sebelum aku bisa membalas, Fira sudah berjalan menjauh, langkahnya menyatu dengan bayangan malam. Aku tak mengejarnya. Payung hitam di tanganku adalah satu-satunya yang tersisa dari percakapan itu.

Di bawah hujan yang kembali turun, aku berdiri sendiri, bertanya-tanya apakah aku juga harus memulai perjalanan baru—mencari jawaban dari pertanyaanku sendiri.

Dan di sana, di tengah genangan air yang memantulkan lampu jalan, aku menyadari satu hal: mungkin perjalanan itu bukan tentang menemukan, tapi tentang mengikhlaskan.

Karya kamu mau di post juga? 
Klik disini Untuk hubungi Admin ya! 

Find me : 

Author

1 Comment

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *