Dalam sunyi yang pekat, aku melangkah di lorong waktu yang tak bernama, memikul bayang harapan yang perlahan berubah menjadi duri. Langit tak berbicara, dan bumi hanya menyisakan dingin yang menusuk tulang.
Langit hitam merangkak di atas tulang-tulang bumi,
awan pecah, menumpahkan darah malam.
Di lorong sunyi ini aku tersesat,
mengejar harapan yang membusuk di kegelapan.
Ada bayang di cermin retak,
mengulurkan tangan, tapi bukan milikku.
Ia menatap dengan mata berlubang,
berbisik, “Tak ada yang datang, bahkan akhir pun menjauh.”
Waktu tersungkur di hadapanku,
pecahan detiknya menancap di kulit.
Aku mencium bau kehampaan,
seperti luka yang tak pernah kering.
Harapan bukan cahaya—
ia adalah lilin yang dibakar di dalam kubur.
Aku berlutut di tepi jurang,
memohon terang, tapi jawabannya adalah pekat.
Angin melolong seperti jiwa terbuang,
membawa jeritan yang tak pernah dimengerti.
Aku mendengar suaraku sendiri memanggil,
namun gaungnya terkubur dalam abu keputusasaan.
Ranting-ranting mati merajut mahkota duri,
aku memakainya tanpa bertanya.
Setiap langkah mengarah ke kehampaan,
tempat di mana doa-doa tersedak di tenggorokan.
Aku mengetuk pintu Tuhan,
tapi ia telah lama terkunci.
Bahkan malaikat pun melarikan diri,
takut pada kelam yang kugendong di punggungku.
Dan ketika tubuhku menyerah pada dingin,
langit tetap diam, seperti segel tak terpecahkan.
Jika harapan ada, ia hanya ilusi,
menghisapku ke dalam jurang yang tak pernah berakhir.
Oleh: ddandrn
Dan ketika segalanya tenggelam dalam jurang tanpa dasar, aku menyadari—yang kutunggu bukanlah jawaban, melainkan kehampaan yang diam-diam menelanku perlahan.
Karya kamu mau di post juga?
Klik disini Untuk hubungi Admin ya!
Find me :
- Facebook: ddandrn
- Instagram: ddandrn
- Twitter: ddandrn
- Youtube: ddandrn
- Channel Telegram: Prosa Indonesia
No Comments